Sunday, January 10, 2016

Surat untuk Tuhan

Surat untuk Tuhan

Kuantarkan bersama gerimis malam ini...

Tuhan, maafkan aku kalau kali ini aku tidak ingin mengikuti kehendakMu. Bolehkah?

Tuhan, bolehkah aku membaca dan menafsirkan apa yang sedang terjadi ini dengan caraku?

Sungguh aku merasa bersalah padaMu. Sejenak aku berfikir mungkin ini adalah jalan yang Kau berikan untukku, jawaban atas doaku selama ini. Tapi tahukah Engkau Tuhan? Bukan ini yang kumau. Aku merasa bukan ini yang kubutuhkan? Bolehkah aku menolaknya?

Tuhan, sungguh aku merasa bersalah padaMu.
Hatiku dan logikaku menolak dengan keras.  Apa dayaku Tuhan? Haruskah aku selalu berusaha memahami apa yang terjadi? Menerima segala yang terjadi dalam hidupku dengan pemakluman dan pemahaman. Lantas siapa yang memahamiku? Siapa yang memaklumiku?

Tuhan, sungguh maafkan aku.
Aku ingin mengambil jalan yang lain. Jika ini memang kehedakMu, jangan menghukumku jika aku tidak mengikutinya.

Tuhan sungguh aku merasa resah dan gelisah.
Aku takut Engkau akan marah padaku.  Dan memikirkan itu membuatku merasa lelah.  Aku lelah Tuhan, bahkan doa tak bisa menenangkanku. Entah mengapa. Sungguh aku merasa takut.

Tuhan, maafkan aku.
Sungguh…..maafkan aku. Aku sempat berpikir jika aku menolak maka aku tidak bersyukur dengan apa yang Engkau beri. Aku mencari pembenaran kemana-mana. Kepada orang-orang yang kuanggap bisa memberikan pembenaran untukku, kesanalah aku pergi. Tapi aku tetap merasa tidak tenang.  

Tuhan, aku tahu
Seharusnya aku mencari kebenaranMu bukan pembenaran atas langkahku. Tapi mengapa kata hatiku menolak demikian kerasnya? Ada apa dengan hatiku? Apa karena ini semua tak sesuai dengan mimpi yang kubangun? Ijinkan aku memiliki mimpi itu Tuhan. Ijinkan.

Tuhan, maaf kalau doaku memaksaMu.
Bukan maksudku seperti itu. Aku tidak ingin memaksaMu. Aku hanya ingin Kau tahu apa yang kumau dan kubutuhkan.  Maaf jika itu tidak sesuai dengan kehendakMu sekarang. Jangan marah padaku Tuhan. Aku sedih jika Kau marah padaku. Maafkan aku….

Gerimis yang berhenti. …..membuatku pilu.

Sunday, December 16, 2012

Berita dari Laut

Mamok dan seragam

Mamok kembali ke sekolah! Senang rasanya mendengar berita ini. Yosep, anak laut yang selama ini selalu rajin menghubungiku, membagi berita ini melalui telepon. Setelah sempat absen cukup lama dan menyatakan tidak mau sekolah, akhirnya Mamok mau belajar di sekolah lagi.  Mamok dan Yosep adalah dua dari dua belas anak laut yang mulai mengenyam pendidikan formal angkatan pertama di kelompok suku Laut Tajur Biru. Mereka mulai sekolah di SDN 004 pada bulan September tahun 2011. Di antara dua belas anak laut, Mamoklah yang selalu bisa membuat aku dan Ninuk tertawa dengan tingkah lakunya.

Mamok adalah anak berusia sekitar 15 an tahun. Di antara anak laut yang bersekolah, Mamok lah yang paling tua dan paling usil. Menurut cerita bu Ros, wali kelas 1 SDN 004, Mamok sering membuat anak lain menangis dengan keisengannya. Namun meskipun sering iseng dan usil, Mamok adalah anak yang baik dan lucu. Ia tidak malu untuk belajar dan bermain meski bertubuh paling besar dan paling tua di antara kawan-kawan kelas 1. Sayangnya, prestasi Mamok di kelas tidak begitu baik. Ia tertinggal di kelas 1 bersama 3 anak perempuan laut lain sementara anak-anak lainnya bisa naik ke kelas 2.

Sejak pertama kali mengajari anak laut belajar di rumah, aku dan Ninuk tahu bila kami harus berusaha ekstra keras untuk mengajari Mamok menulis. Mamok membutuhkan waktu lama untuk belajar mengenal huruf. Ia sering lupa pelajaran yang baru saja kami ajarkan. Butuh kesabaran untuk mengajari Mamok dan anak-anak Laut lain yang masing-masing memiliki karakter unik. Aku selalu ingat kebiasaan-kebiasaan Mamok yang selalu membuatku mengulum senyum. Yang pertama, ia selalu hormat ketika berpapasan denganku dan Ninuk dimana saja dan kapanpun itu. Yang kedua, ketika sudah pusing belajar, ia akan meletakkan jarinya di kening dan memutar-mutar jarinya sambil berkata "sebentar". Jika sudah seperti itu, kami biarkan Mamok berhenti belajar dan melanjutkannya kapan pun ia suka.

Di antara kawan-kawannya, Mamok paling jarang belajar di rumah pak Akob, rumah dimana aku dan Ninuk tinggal. Ia sering diajak pergi ke laut oleh orang dewasa atau pergi nyandit seorang diri. Untuk urusan mencari uang, Mamok cukup rajin. Ia bahkan bisa membeli sepatu baru dari hasil nyandit (mencari nos). Beda halnya untuk sekolah, Mamok tidak rajin seperti kawan lainnya. Ia sukar bangun pagi dan jika dibangunkan akan marah. Itulah yang membuat orang tua, nenek dan adik-adiknya enggan membangunkan Mamok. Mereka akan membiarkan Mamok tidak berangkat sekolah.

Berita Mamok kembali bersekolah benar-benar berita luar biasa untukku. Menurut Yosep, Mamok memang tidak setiap hari masuk sekolah. Namun tetap saja aku senang. Dengan kembali bersekolah setidaknya semangat Mamok untuk belajar masih ada, ia tidak malu untuk belajar di kelas 1 kembali bersama kawan-kawan barunya. Semoga Mamok tetap mau belajar baik di rumah maupun sekolah.

Berita Mamok sekolah memang membuatku senang. Namun aku juga merasa sedih ketika aku mendengar dari Yosep bahwa ada 3 anak laut yang memutuskan untuk berhenti sekolah. Sudah hampir tiga minggu Norman (Nod), Karmer (Kincil) dan Jun tidak masuk sekolah. Entah apa alasan mereka. Semoga keputusan itu hanyalah keputusan sesaat dan suatu hari nanti mereka akan kembali ke sekolah.

Aku jadi berpikir, apakah mungkin Mamok, Jun, Nod dan Karmer memutuskan untuk berhenti sekolah karena tidak memahami apa yang diajarkan di sekolah? Apakah sekolah tidak menjadi kebutuhan untuk anak-anak laut itu? Apakah kehidupan di laut jauh lebih menyenangkan dibandingkan sekolah mengingat semua anak-anak itu telah mengenal kerja laut dan bisa mencari uang sendiri? Tepatkah memasukkan anak-anak laut ke sekolah formal? Ada banyak pertanyaan yang muncul. Pertanyaan yang juga sering menjadi bahan diskusiku bersama Ninuk.

Semoga segera ada volunteer yang mau mengajari dan mendampingi anak-anak laut belajar di rumah sehingga kemampuan mereka semakin terasah dan mampu memahami pelajaran di sekolah. Semoga tidak ada lagi berita anak-anak laut yang mundur dari bangku sekolah lagi. Semoga generasi pertama ini bukan generasi terakhir yang mengenyam pendidikan karena akan ada anak-anak laut yang lahir. Harapan-harapan yang terus tumbuh meski tidak mudah mewujudkannya.

Aku berharap kalaupun anak-anak tetap tidak mau melanjutkan sekolah formal, mereka tetap bisa menguasai membaca dan menulis. Bisa jadi pendidikan alternatif adalah jawabnnya. Setidaknya dengan menguasai pendidikan dasar, anak-anak laut bisa lebih percaya diri menghadapi dunia luar yang selama ini selalu memberikan cap negatif pada identitas kesukuan mereka. Yosep, Jun, Mamok dan anak-anak laut lain adalah generasi penerus suku laut. Suatu hari nanti mereka akan menjadi pelaut ulung seperti nenek moyang mereka...sang pengelana laut.....


Kapuas, 16 Desember 2012