Wednesday, December 7, 2011

Putussibau

April 2009

Tak banyak orang yang tahu, di Indonesia terdapat sebuah kota kecil bernama Putussibau. Letaknya memang nun jauh di pedalaman Kalimantan Barat. Berbatasan dengan Malaysia. Jika ingin ke Malaysia katanya bisa ditempuh dengan naik motor menuju perbatasan dalam waktu beberapa jam saja. Batas waktu kunjungan hanya satu hari. Artinya pengunjung hanya bisa pergi pulang dalam satu hari. Sebagai jaminan, cukup meninggalkan identitas diri di kantor perbatasan tanpa perlu paspor ataupun visa.

Untuk menuju Putussibau dari Pontianak, bisa menggunakan bus dengan waktu tempuh selama 18 jam atau menggunakan pesawat terbang. Tiket pesawat berkisar Rp 700.000 - Rp 800.000 dengan waktu tempuh relatif singkat tentunya. Jalur udara ini hanya melayani penerbangan 3 kali seminggu. Kemudahan akses transportasi di masa kini jauh berbeda dengan jaman dahulu. Konon katanya, dahulu ketika akses jalan darat belum terbuka, untuk bepergian warga di sana mengandalkan transportasi sungai. Jejak masa lalu saat sungai masih menjadi primadona transportasi masih bisa ditemukan meski kini yang tersisa hanyalah kapal pengangkut barang kebutuhan.

Perjalanan menuju ke Putussibau dilakukan melalui rute Pontianak-Sintang-Putussibau karena sebenarnya ada keinginan untuk singgah sejenak di Danau Sentarum. Namun karena rute perjalanan memutar, maka agenda ke Danau Sentarum kami tinggalkan dan hanya sesaat singgah di Sintang. Setelah singgah sejenak di Sintang, perjalanan dilanjutkan kembali menuju ke Putussibau. Untuk menuju kota kabupaten Kapuas Hulu ini, diperlukan waktu selama 8 jam dengan menggunakan transportasi umum. Di terminal Sintang (dekat dengan pasar), bisa dengan mudah ditemukan agen-agen bus. Setiap harinya masing-masing agen bus hanya melayani satu kali perjalanan. Trayek ini cukup diminati sehingga tidak heran jika bus selalu dipenuhi penumpang. Jangan mengharapkan bisa mendapatkan bus ber AC karena bus yang menuju Putussibau hanya dilayani dengan bus kelas ekonomi. Bagi para perempuan yang travelling sendirian, mungkin harus sedikit berhati-hati karena perjalanan cukup jauh dan kebanyakan penumpang adalah laki-laki. Berpakaian sopan (tertutup) sangat dianjurkan dan harus tetap waspada karena perempuan akan menjadi sasaran empuk para lelaki hidung belang di dalam bus.

bus ekonomi Sintang- Putussibau
Perjalanan menuju Putussibau penuh dengan perjuangan karena penumpang berbaur dengan barang-barang mulai dari keranjang, karung dan yang lebih parah adalah semen. Waktu itu, tumpukan puluhan semen tersebar diseluruh bus. Ada yang diletakkan di sepanjang selasar bus dan juga di bawah kursi penumpang. Alhasil debu semen tersebar kemana-mana. Menempel di celana, baju hingga muka. Belum lagi ditambah dengan debu jalanan yang masuk melalui jendela, asap rokok (waktu itu mayoritas penumpang adalah perokok) dan penumpang yang berjejal. Lengkap sudah penderitaan selama 8 jam. Turun dari bus, tubuh rasanya terasa kotor sekali. Baju dan celana memutih karena tertempel debu semen.

Selama di perjalanan, rasa khawatir juga sempat datang. Di beberapa titik, bus harus melewati jembatan kayu yang kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Terperosok sedikit saja bus bisa masuk ke sungai kecil yang dalam. Kondisi jalanan sempit, berlubang dan mungkin saja faktor human error tak jarang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Rupanya sehari sebelumnya ternyata ada bus terperosok ke jurang. Entah bagaimana nasib para penumpangnya karena lokasi kecelakaan di tengah semak belukar dan jalanan relatif sepi. Bisa jadi pertolongan baru datang ketika ada kendaraan lain yang lewat atau harus menunggu bantuan dari tempat lain setelah dikontak melalui handphone. Untung saja, meski berada di tengah hutan namun sinyal handphone cukup lancar.

Salah satu yang cukup menghibur adalah keberadaan gunung kelam. Sesuai namanya, gunung ini berwarna kelam dan menjulang tinggi ditengah rimbunnya pepohonan. Berdiri gagah sehingga mata seakan selalu tertuju kesana. Selain Gunung Kelam, tidak ada lagi pemandangan yang cukup menarik mata.

Putussibau : Kota Perbatasan
sudut kota
Putussibau sendiri merupakan kota kecil yang relatif sepi. Jalan utama tidak begitu ramai. Lapang rasanya ketika menyusuri jalan di sana. Transportasi dalam kota hanya dilayani ojek dan angkutan yang tidak jelas rutenya. Jalur yang dilewati bisa menyesuaikan dengan kebutuhan penumpang. Sebagai pusat kota kabupaten, Putussibau dilengkapi dengan fasilitas publik yang cukup lengkap. Gedung perkantoran, lapangan terbang, warung internet (meski cuma ada satu), dan juga bank (ada dua buah bank yang beroperasi yaitu BRI dengan 2 mesin ATM dan bank Kalbar dengan 1 mesin ATM bersama). Berbeda dengan jam operasional bank yang biasanya buka dari jam 08.00 hingga jam 16.00 maka di sana bank buka sejak pukul 07.00 hingga pukul 14.00. selain bank, fasilitas yang cukup dominan disana adalah penginapan. Ada penginapan yang cukup baik dan nyaman (dengan harga yang "cukup baik juga" tentunya) yaitu Hotel Sanjaya dan penginapan Permata Bunda yang merupakan penginapan biasa.

Pusat kota Putussibau terletak di jalan Yos Sudarso. Di sepanjang jalan itulah kedua penginapan tersebut berada. Di jalan tersebut juga ada tempat yang disebut kafe. Cukup sederhana sebenarnya. Kafe berada di halaman rumah dengan jajaran meja kursi sederhana. Menu yang ditawarkan juga biasa saja. Es milo, es kacang hijau (yang lain dari yang lain), makanan ringan dan ada juga makanan berat. Yang lebih penting, fungsi kafe adalah sebagai tempat untuk nongkrong. Untuk makan berat, tidak perlu khawatir karena warung masakan padang, warung masakan jawa, masakan oriental hingga mie ayam dan bakso semua tersedia di sana. Selain di pusat kota, pasar juga menyediakan kuliner beragam. Yang paling menarik adalah ikan asap. Melihat bentuknya saja rasanya sudah menggiurkan.

Jika menginginkan cinderamata khas Dayak, ada sebuah toko yang menyediakannya. Namun tidak banyak orang yang tahu keberadaan toko ini karena letaknya agak sulit dicari. Di tempat ini kita bisa mendapatkan manik-manik khas dayak, kain tenunan hingga replika senjata dengan harga lumayan terjangkau.

Bila ingin lebih jauh mengenal kehidupan masyarakat Dayak dengan rumah panjangnya, tak perlu jauh-jauh, kita bisa melihatnya dipinggiran kota melalui jalan darat atau sungai. Contohnya rumah Betang Melapi 1 dan 2. Letaknya tepat di pinggir sungai Kapuas sehingga bisa diakses melalui kedua jalur transportasi.

banjir
Ketika berkunjung ke sana, musim hujan masih saja datang meski telah masuk bulan April. Banjir yang sempat melanda kota sempat kami rasakan. Ada yang mengatakan hal ini disebabkan karena letak kota ini lebih rendah dari hulu sehingga sering terendam banjir. Ada juga yang mengatakan kondisi di hutan di hulu sudah rusak sehingga berimbas pada banjir di hilir. Bisa juga karena banyak daerah rawa di kota ini sehingga banjir sering melanda. Cukup parah sebenarnya karena di tempat yang lebih rendah, genangan air bisa setinggi satu meter. Oleh karena itu rumah-rumah dibangun dengan model rumah panggung sehingga cukup aman tatkala banjir melanda. Kapuas dengan sungainya yang lebar telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Putussibau. Ia telah memberi banyak. Ikan-ikan besar, sebagai jalur transportasi, pemasok kebutuhan air dan juga memberikan limpahan air hingga ke darat (baca - banjir). Begitu banyak yang telah diberikan oleh Kapuas hingga masyarakat disana telah berkawan akrab dengannya. Meski banjir mengganggu aktivitas, namun kehidupan kota kecil di Putussibau terus berjalan. Berjalan dalam ritmenya sendiri.

No comments:

Post a Comment